Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
Artinya : “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Menurut M. Quraish Shihab, halal bihalal merupakan kata majemuk bahasa Arab dari kata halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi). Kata tersebut artinya penyelesaian masalah, mencairkan yang beku, dan melepaskan ikatan membelenggu.
Halal bihalal pada intinya merupakan kegiatan silaturahmi dan saling memaafkan. Disebutkan dalam suatu riwayat, menyambung silaturahmi akan memperluas rezeki dan memperpanjang umur.
Artinya: "Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah menjalin silaturahmi." (HR Bukhari).
Menurut versi tersebut, sejarah halal bihalal bermula pada 1948 kala Indonesia baru berdiri dan dilanda gejala disintegrasi bangsa. Di mana banyak perseteruan di antara elit politik dan pemberontakan DI/TII maupun Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang menerjang.
Pada saat itu, Kiai Abdul Wahab lalu mengusulkan untuk mengumpulkan semua tokoh politik dalam acara silaturahmi bertepatan dengan hari raya yang akan datang. Kala itu, Soekarno menganggap silaturahmi biasa tidak akan membuat para politisi tertarik dan mau datang.
Kemudian, muncullah ide dari Kiai Wahab untuk membuat acara halal bihalal. Menurutnya, "Para politisi bisa diberi pengertian bahwa sikap saling menyalahkan di antara mereka itu adalah sesuatu yang salah dan haram. Karena haram, maka harus dibuat halal dengan cara saling bertemu, duduk satu meja, dan saling memaafkan,"
Dari Al Barra` bin ‘Azib ra berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah dua orang muslim yang bertemu kemudian saling berjabat tangan, kecuali dosa keduanya akan diampuni sebelum berpisah.” (HR. Tirmidz)
Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu sekalian termasuk orang-orang yang kembali fitrah dan berbahagia (karena telah berpuasa romadan dan bermushofahah/bermaaf-maafan satu sama lain) dan semoga setiap tahunnya kami dan kamu sekalian dalam kebaikan.
dosa haqqul adami adalah dosa orang yang menzalimi (menyakiti) orang lain, apabila orang yang dizalimi (disakiti) itu tidak memberikan maaf, maka dosa itu tidak akan turut diampuni Alloh Swt selama orang yang dizalimi (disakiti) tidak memberikan maaf.
Sa'id bin Zaid berjuang bersama para sahabat Nabi dalam berbagai perang. Prestasi mengagumkan dari Sa'id ada pada perang Yarmuk. Saat itu prajurit Muslim hanya berjumlah 24 ribu orang sedangkan harus menghadapi tentara Romawi 120 ribu orang.
Dikarenakan peperangan ini demi memenangkan agama Allah serta tidak berhenti berzikir, Sa'id beserta kawanan prajurit Muslim mampu mengalahkan musuh dengan kemenangan.
Usai ikut berjuang dalam perang Yarmuk, Sa'id menetap di Dimasyq. Namun, permasalahan mulai muncul di hadapannya dengan tuduhan bahwa Sa'id telah merebut tanah milik seseorang bernama Arwa.
Fitnah yang meluas mengenai Sa'id merebut tanah Arwa itu membuatnya dihina orang-orang sekitar sampai ia terpukul merasakan sakit hati paling mendalam.
Meski di tengah keadaan sulit Sa'id tak berhenti berdoa kepada Allah dan mengatakan, "Ya Allah, Arwa telah menuduhku. Jika dia berdusta maka butakanlah matanya."
Maha besar Allah atas segala kehendaknya mengabulkan doa Sa'id dan kemudian harinya memang terbukti bahwa Arwa tidak bisa melihat.
Selang beberapa hari dari kejadian fitnah itu, sebuah banjir dahsyat melanda kawasan Dimasyq yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dari banjir tersebut diperlihatkan oleh Allah mengenai batas dari tanah yang disengketakan oleh Arwa kepada Sa'id. Sehingga kaum Muslimin pun memercayai bahwa tuduhan Arwa palsu.
Peristiwa luar biasa itu menjadi bukti atas apa yang pernah Rasulullah katakan dalam sabda berikut.
"Takutilah doa orang teraniaya, karena antara dia dengan Allah tidak ada hijab (batas)." Terutama jika yang teraniaya adalah salah satu dari 10 sahabat Rasul yang dijanjikan surga.
Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, Abdur Rahman bi Auf di surga, Sa'id bin Abi Waqqas di surga, Sa'id bin Zaid di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga. [HR.Ahmad, Tirmidzi dan An-Nasai].
Kisah Kedahsyatan Do'a Orang Yang Dizolimi 2
Kisah Muslim – Suatu ketika, seorang nelayan keluar rumah di pagi hari untuk mencari rezeki yang halal. Dia melemparkan jaringnya dan ternyata dia tidak memperoleh apa-apa sementara anak-anaknya di rumah sedang merintih kelaparan. Lalu dia berdoa dengan sepenuh hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika matahari hampir tenggelam. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya rezeki seekor ikan besar. Dia lalu memuji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengambil ikan tersebut dengan penuh keceriaan menuju ke rumahnya.
Kebetulan ada Seorang Raja yang sedang bertamasya. Raja pun melihat nelayan tersebut, lalu dia dihadapkan kepada sang raja. Melihat ikan yang ada di tangan si nelayan, sang raja merasa takjub dengan ikan tersebut. Akhirnya, sang raja merampasnya secara paksa untuk dibawa ke istananya, demi membahagiakan permaisurinya. Sang raja mengeluarkan ikan tersebut di hadapan permaisurinya. Tetapi, tiba-tiba ikan tersebut berputar dan menggigit jari sang raja. Pada malam itu sang raja tidak dapat istirahat dan tidak dapat tidur. Raja pun mendatangkan beberapa dokter. Para dokter merekomendasikan agar jarinya diamputasi.
Meski telah dipotong jarinya, akan tetapi sang raja masih tetap tidak dapat istirahat karena racunnya telah menjalar ke seluruh tangannya. Para dokter kembali merekomendasikan agar tangannya diamputasi. Setelah diamputasi akan tetapi sang raja masih jgua tidak beristirahat. Bahkan dia berteriak-teriak dan minta tolong karena racun telah sampai lengannya.
Para dokter pun kembali merekomendasikan agar lengannya diamputasi. Kemudian sang raja dapat beristirahat dari rasa sakit secara fisik, tetapi jiwanya belum tenang. Perlahan, sang raja menyadari letak persoalannya. Orang-orang pun menganjurkannya agar pergi ke dokter hati, yaitu ulama yang ahli hikmah.
Sang raja pun berangkat ke tempat ulama dan mengisahkan tentang ikan tersebut. Sang ulama berkata kepadanya, “Kamu tidak akan tenang kecuali jika si nelayan telah memaafkanmu.” Kemudian sang raja mencari keberadaan nelayan, hingga akhirnya sang raja dapat menemukan si nelayan dan menjelaskan masalahnya kepadanya dan memintanya bersumpah agar si nelayan rela mengampuni dan memaafkannya. Si nelayan pun memaafkannya. Lalu raja bertanya kepadanya, “Sumpah apa yang kamu ucapkan untukku?” Dia menjawab, “Saya hanya megnucapkan sebuah kalimat, yaitu ‘Ya Allah! Dia telah menunjukkan kekuatannya kepadaku. Oleh karena itu, tunjukkan padaku kuasa-Mu pada dirinya!”
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Arti Perayaan Idul Fitri
Menurut Prof HM Baharun, hakikat perayaan Idul Fitri sendiri sejatinya adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Umat Islam yang berhasil menjinakkan nafsu selama Ramadhan kembali fitrah dan layak untuk merayakannya dengan cara yang baik dan benar.Pengertian Halal Bihalal
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halal bihalal adalah hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.Menurut M. Quraish Shihab, halal bihalal merupakan kata majemuk bahasa Arab dari kata halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi). Kata tersebut artinya penyelesaian masalah, mencairkan yang beku, dan melepaskan ikatan membelenggu.
Halal bihalal pada intinya merupakan kegiatan silaturahmi dan saling memaafkan. Disebutkan dalam suatu riwayat, menyambung silaturahmi akan memperluas rezeki dan memperpanjang umur.
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: "Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah menjalin silaturahmi." (HR Bukhari).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Artinya : “Barang siapa telah melakukan kezaliman terhadap saudaranya (muslim), hendaklah dia meminta kehalalan dari saudaranya (dimaafkan), karena di sana (akhirat) tidak ada lagi dinar atau dirham. (Akan ditegakkan qishash). Pada awalnya, akan diambil kebaikan-kebaikan dari pihak yang menzalimi dan diberikan kepada saudaranya yang dizalimi. Apabila orang yang zalim itu sudah tidak memiliki kebaikan, kejelekan-kejelekan orang yang dizalimi akan diambil dan diberikan kepadanya (orang yang menzaliminya).” (Muttafaqun alaih).
Sejarah Halal Bihahal
Mengutip Ensiklopedi Islam Nusantara Edisi Budaya, Ali Mashar mengatakan bahwa istilah halal bihalal dipercaya merupakan istilah yang diciptakan oleh Kiai Abdul Wahab Chasbullah, salah seorang kiai Nahdlatul Ulama. Menurut versi tersebut, sejarah halal bihalal bermula pada 1948 kala Indonesia baru berdiri dan dilanda gejala disintegrasi bangsa. Di mana banyak perseteruan di antara elit politik dan pemberontakan DI/TII maupun Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang menerjang.
Pada saat itu, Kiai Abdul Wahab lalu mengusulkan untuk mengumpulkan semua tokoh politik dalam acara silaturahmi bertepatan dengan hari raya yang akan datang. Kala itu, Soekarno menganggap silaturahmi biasa tidak akan membuat para politisi tertarik dan mau datang.
Kemudian, muncullah ide dari Kiai Wahab untuk membuat acara halal bihalal. Menurutnya, "Para politisi bisa diberi pengertian bahwa sikap saling menyalahkan di antara mereka itu adalah sesuatu yang salah dan haram. Karena haram, maka harus dibuat halal dengan cara saling bertemu, duduk satu meja, dan saling memaafkan,"
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا (رواه الترمذي)
Do'a Idul Fitri
تقبل الله منا ومنكم واعاده الله عليكم بخير. وجعلنا الله واياكم من العائدين والفائزين كل عام انا وانتم بخير
Semoga Allah menerima ibadah kami dan ibadah kamu sekalian serta membalasnya dengan kebaikan.Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu sekalian termasuk orang-orang yang kembali fitrah dan berbahagia (karena telah berpuasa romadan dan bermushofahah/bermaaf-maafan satu sama lain) dan semoga setiap tahunnya kami dan kamu sekalian dalam kebaikan.
Selamat Idul Fitri
Mohon Maaf Lahir & Batin
عَثْرَةُ القَدَمِ اَسْلَمُ مِنْ عَثْرَةِ اللِّسَانِ
Terpelesetnya kaki lebih aman dari terpelesetnya lidah.dosa haqqul adami adalah dosa orang yang menzalimi (menyakiti) orang lain, apabila orang yang dizalimi (disakiti) itu tidak memberikan maaf, maka dosa itu tidak akan turut diampuni Alloh Swt selama orang yang dizalimi (disakiti) tidak memberikan maaf.
Kisah Kedahsiatan Do'a Orang Yang Di dholimi 1
Dikarenakan peperangan ini demi memenangkan agama Allah serta tidak berhenti berzikir, Sa'id beserta kawanan prajurit Muslim mampu mengalahkan musuh dengan kemenangan.
Usai ikut berjuang dalam perang Yarmuk, Sa'id menetap di Dimasyq. Namun, permasalahan mulai muncul di hadapannya dengan tuduhan bahwa Sa'id telah merebut tanah milik seseorang bernama Arwa.
Fitnah yang meluas mengenai Sa'id merebut tanah Arwa itu membuatnya dihina orang-orang sekitar sampai ia terpukul merasakan sakit hati paling mendalam.
Meski di tengah keadaan sulit Sa'id tak berhenti berdoa kepada Allah dan mengatakan, "Ya Allah, Arwa telah menuduhku. Jika dia berdusta maka butakanlah matanya."
Maha besar Allah atas segala kehendaknya mengabulkan doa Sa'id dan kemudian harinya memang terbukti bahwa Arwa tidak bisa melihat.
Selang beberapa hari dari kejadian fitnah itu, sebuah banjir dahsyat melanda kawasan Dimasyq yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dari banjir tersebut diperlihatkan oleh Allah mengenai batas dari tanah yang disengketakan oleh Arwa kepada Sa'id. Sehingga kaum Muslimin pun memercayai bahwa tuduhan Arwa palsu.
"Takutilah doa orang teraniaya, karena antara dia dengan Allah tidak ada hijab (batas)." Terutama jika yang teraniaya adalah salah satu dari 10 sahabat Rasul yang dijanjikan surga.
Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, Abdur Rahman bi Auf di surga, Sa'id bin Abi Waqqas di surga, Sa'id bin Zaid di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga. [HR.Ahmad, Tirmidzi dan An-Nasai].
Kisah Kedahsyatan Do'a Orang Yang Dizolimi 2
Kisah Muslim – Suatu ketika, seorang nelayan keluar rumah di pagi hari untuk mencari rezeki yang halal. Dia melemparkan jaringnya dan ternyata dia tidak memperoleh apa-apa sementara anak-anaknya di rumah sedang merintih kelaparan. Lalu dia berdoa dengan sepenuh hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika matahari hampir tenggelam. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya rezeki seekor ikan besar. Dia lalu memuji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengambil ikan tersebut dengan penuh keceriaan menuju ke rumahnya.
Kebetulan ada Seorang Raja yang sedang bertamasya. Raja pun melihat nelayan tersebut, lalu dia dihadapkan kepada sang raja. Melihat ikan yang ada di tangan si nelayan, sang raja merasa takjub dengan ikan tersebut. Akhirnya, sang raja merampasnya secara paksa untuk dibawa ke istananya, demi membahagiakan permaisurinya. Sang raja mengeluarkan ikan tersebut di hadapan permaisurinya. Tetapi, tiba-tiba ikan tersebut berputar dan menggigit jari sang raja. Pada malam itu sang raja tidak dapat istirahat dan tidak dapat tidur. Raja pun mendatangkan beberapa dokter. Para dokter merekomendasikan agar jarinya diamputasi.
Meski telah dipotong jarinya, akan tetapi sang raja masih tetap tidak dapat istirahat karena racunnya telah menjalar ke seluruh tangannya. Para dokter kembali merekomendasikan agar tangannya diamputasi. Setelah diamputasi akan tetapi sang raja masih jgua tidak beristirahat. Bahkan dia berteriak-teriak dan minta tolong karena racun telah sampai lengannya.
Para dokter pun kembali merekomendasikan agar lengannya diamputasi. Kemudian sang raja dapat beristirahat dari rasa sakit secara fisik, tetapi jiwanya belum tenang. Perlahan, sang raja menyadari letak persoalannya. Orang-orang pun menganjurkannya agar pergi ke dokter hati, yaitu ulama yang ahli hikmah.
Sang raja pun berangkat ke tempat ulama dan mengisahkan tentang ikan tersebut. Sang ulama berkata kepadanya, “Kamu tidak akan tenang kecuali jika si nelayan telah memaafkanmu.” Kemudian sang raja mencari keberadaan nelayan, hingga akhirnya sang raja dapat menemukan si nelayan dan menjelaskan masalahnya kepadanya dan memintanya bersumpah agar si nelayan rela mengampuni dan memaafkannya. Si nelayan pun memaafkannya. Lalu raja bertanya kepadanya, “Sumpah apa yang kamu ucapkan untukku?” Dia menjawab, “Saya hanya megnucapkan sebuah kalimat, yaitu ‘Ya Allah! Dia telah menunjukkan kekuatannya kepadaku. Oleh karena itu, tunjukkan padaku kuasa-Mu pada dirinya!”
Tags
Kamad